Thursday, November 4, 2010

Menghitung Usia

Saya termasuk yang tidak pernah menghitung usia. Malah tak jarang, orang lain yg mengingatkan jika saya merasa beberapa tahun lebih muda. Hehe..

Entahlah. Namun saya tidak sepakat jika usia dijadikan batasan untuk mengukur pencapaian keberhasilan seseorang. Seolah itu adalah garis mutlak yang bila tidak terlampaui, maka celakalah hidup manusia. Kata "seharusnya" yang dilekatkan setelah usia tertentu, terkadang membuat saya sedikit murka. Usia sekian seharusnya sudah mapan, bekerja, menikah punya anak, punya rumah dst. Siapa yg mengharuskan? Bukankah itu hanyalah aturan yang tidak pernah tertulis namun lalu disama ratakan fungsinya, dipukul rata. Dan bukankah kita tidak pernah tahu ketetapan masing-masing hati. Datangnya tidak mungkin seragam sama sesuai jadwal.

Ini bukan pembelaan saya atas apa-apa yang belum terlampaui di usia ini. Sama sekali bukan. Sebaliknya, ini adalah bentuk suka cita saya terhadap apa yang sudah saya lampaui. Saya merasa terberkati, di usia ini banyak hal yang sudah saya kerjakan dan saya yakini bukan sia-sia. Beberapa melihat saya terlambat, beberapa juga melihat saya tidak maksimal. Namun siapa yg mampu membaca puasnya hati jika melakukan sesuatu dgn cinta.

Sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat bagi orang lain. Satu kalimat sederhana yang berarti luar biasa bagi saya. Menjadi motivasi bagi hidup saya. Biarlah jika beberapa pendapat memarginalkan pilihan saya, namun saya meyakini hidup saya menghidupi orang lain, dan itu membuat saya bernafas dengan lega. Saya merasa tangan dan langkah ini berarti.

Diusia ini saya tidak akan bertanya kenapa, kapan dan bagaimana padaNya. Saya mengerti bahwa Tuhan telah atur semua, tidak mungkin ada yang terlupa. Saya akan menjadi hamba yang sabar dan banyak berdoa. Tentang usaha, dalam setiap nafas ia akan selalu ada. Saya bukan yang pendiam dalam bekerja. Tidak :)












Saya tidak menghitung usia, namun bukan berarti saya lupa, 26 tahun perjalanan kehidupan saya. Cinta luar biasa saya dapatkan, mama papa yang tidak berhenti berdoa dan menyayangi saya, apapun untuk kebaikan saya. Saya yakin itu. Saudara dan keponakan-keponakan lucu yang menghujani dengan peluk cium dan kata sayang. Sahabat yang tidak pernah lupa berbagi doa dan ceria. Pekerjaan yang selalu saya syukuri karena beberapa tangan tergenggam dan tercukupi. Saya bersyukur.














Juga untuk kekasih yang rela memetik kebahagiaan hingga ke ujung dunia hanya untuk diberikannya kepada saya. Ini sungguhan. Betapa usahanya untuk membahagiakan saya selalu membuat saya bertekuk lutut pada cintanya. Tepat saat 26 tahun usia saya. Saya meneteskan banyak air mata melihat perjuangannya. Kebahagiaan memang tidak bisa dibeli, namun dia membelikannya untuk saya dengan besar perjuangannya. Lebih dari sekedar kado hebat yang saya terima, sebuah pensil warna lengkap, dengan ukiran nama saya di ujung kayunya. Lebih dari kejutan manis di malam hari, butik kecil tersulap penuh lampion warna-warni. Lebih dari itu. Dia mengajari saya, bahwa mencintai adalah melakukan segalanya untuk seulas senyum bahagia, tidak berhenti meski terkadang nyeri terasa diujung hati. Besar harapan saya agar saya bukan sekedar membalas dengan rasa haru semata, namun dengan pengabdian pada cinta yang tidak menghitung usia.







26 tahun, dan saya tahu Tuhan selalu baik hati. Hidup saya terberkati. Matur nuwun, Gusti.






13 Oktober 2010

3 comments:

  1. terima kasih ya mas, untuk kado istimewanya.. untuk kebersamaanya sampai detik ini dan Insya Allah seterusnya.. Amien..

    ReplyDelete
  2. kesetiaan cinta kasih yg sungguh berharga.., semoga selalu dalam lindunganNya..,

    ReplyDelete