Monday, April 19, 2010

Kejutan Pekerjaan Bersama Kasali

Pekerjaan saya itu menyenangkan. Dan itu benar. Saya sungguh menikmati apa yang saya dapatkan saat bekerja, entah itu bertemu orang-orang baru, mendapat pengalaman baru ataupun pengetahuan baru. Bagi saya itu adalah sesuatu yang berharga, itulah sebabnya saya merasa harus mencatatnya meski untuk sekedar dokumentasi pribadi.

Saya sadar butuh sedikit keberuntungan agar pekerjaan yang mengandalkan kemampuan verbal lisan saya ini menjadi berkesan out standing, karena memang tidak semua event yang saya geluti dengan profesi MC saya itu mengesankan. Terkadang ada event yang sorry to say, sucks (biasanya anggapan ini muncul karena konsep acaranya yang tidak jelas, audience yang tidak responsive ataupun karena persiapan saya sendiri yang kurang maksimal) lalu ada pula event yang memberi kesan biasa-biasa saja, meski lebih sering event tersebut meninggalkan kenangan yang istimewa. Kemarin misalnya, saya berkesempatan menjadi MC di salah satu event bank Mandiri yang mendatangkan Prof. Rhenald Kasali. Oh wooow, nama yang sering sekali muncul di referensi skripsi anak manajemen ya :) Anw, saya pun menjadikannya sebagai salah satu acuan dalam skripsi daya dulu kok hehehe.

Yang istimewa pula, karena acara ini dibuat oleh Bank Mandiri untuk sosialisasi Modul Kewirusahaan yang dibuat sebagai salah satu program CSR mereka, maka audience yang hadir adalah tamu-tamu undangan perwakilan dari universitas-universitas yang ada di Jogjakarta, sebagian besar adalah dosen pengampu mata kuliah kewirausahaan dan ada pula beberapa rektor yang menyempatkan hadir. Event Training of Trainers (TOT) kami menyebutnya, lantas menjadi semacam kelas bagi mereka untuk belajar mengenai modul yang nantinya akan mereka gunakan di kelas. Harapannya, modul yang sudah disempurnakan tersebut, berikut dana hibah yang disisihkan oleh Bank Mandiri dapat lebih memacu para mahasiswa untuk menjadi wirausahawan atau job creator.

Memang ini bukan seminar ataupun event training pertama yang saya ikuti, namun sekali lagi, mengingat saya sangat terkesan dengan pembicaranya, jadilah saya tekun menjadi peserta colongan selain jadi MC. Rhenald Kasali sepertinya dapat membaca pikiran saya yang sering mengeluhkan banyaknya motivator-motivator yang muncul belakangan. Saya senang, ketika mendengar celoteh beliau yang meragukan mereka secara fungsional "seolah semua orang bisa dimotivasi". Duuh, bagaimana saya tidak sependapat, lha wong saya ini termasuk yang susah sekali nurut sama yang dibilang motivator-motivator itu. Saat momen renungan, peserta macam saya disuruh merem sambil membayangkan kondisi rumah, keluarga, saudara, dengan backsound musik melankolis mendayu-dayu, saya malah membayangkan yang lain-lain, seperti kapan makan siangnya atau kapan acara tersebut selesai, sukur-sukur kalau nggak ketiduran hehehe. Kalau sudah waktunya membuka mata, saya malah yang terheran-heran, kenapa yang lainnya bisa meneteskan air mata, bahkan sambil sesenggukan ya... Oh, apa yang salah pada saya :(

Sebenarnya Rhenald Kasali pun memotivasi audience dan menyentuh saya secara pribadi pada saat itu, namun dengan cara yang berbeda. Lebih rasional bagi saya, ketika motivasi yang coba beliau tiupkan secara emosional itu dikaitkan dengan salah satu teori inovasi yang harus dimiliki dalam wirausaha. Beliau bertanya pada para audience, ketika memilih penari balet, kaki seperti apa yang akan kami pilih, yang sempurna atau yang cacat? maka serempak para penonton menjawab "yang sempurnaaaa..". Pertanyaannya lagi, ketika memilih penari, memilih yang tangannya cacat atau sempurna? seperti koor kami mejawab, "sempurnaaaa..." Dan seketika kami seolah dibungkam ketika beliau memperlihatkan video dua orang penari ballet China yang menari luar biasa gemulai, meski hanya memiliki satu kaki dan satu tangan. Video itu tentu saja menyentuh kami secara emosional, melihat betapa ketidaksempurnaan fisik ternyata bukan menjadi penghalang bagi sebuah pertunjukan yang luar biasa. Dan kaitannya tentang teori inovasi? Tentu sangat jelas, bahwa perbedaan yang dua penari ini tonjolkan memberi nilai tambah diantara pertunjukan yang biasa ditampilkan oleh penari-penari bertubuh sempurna.

Banyak sebenarnya yang menarik yang beliau sampaikan, sayangnya tidak semua bisa saya ceritakan disini. Meski orang terdekat saya, sejak berhari-hari kemarin sering menjadi korban yang terus-terusan saya jejali cerita-cerita tentang teori Rhenald Kasali hehehe *maaf ya., mas.. Sedikit saja, tentang riset beliau dalam buku terbarunya "Myelin Mobilisasi Intangibles Menjadi Kekuatan Perubahan". Singkatnya, beliau menggunakan kata "perubahan" untuk mengganti kata "sukses" atau "kaya" yang sudah terlanjur menjamur sebagai judul buku di rak-rak pertokoan. Kekuatan yang kita perlukan untuk memulai suatu perubahan adalah sesuatu yang kita miliki dari dalam diri kita sendiri. Disebutkan beliau, pengetahuan dan harta tak berwujud (intangibles) ini dapat kita lihat sebagai bentuk sebuah kejujuran, ketulusan, kebaikan yang harus kita olah terus menerus dalam keseharian. Lalu Myelin, myelin ini adalah muscle memori yang tersebar merata dalam bentuk sistem syaraf pada otot-otot manusia, ia diperlukan untuk memberi perintah, menyimpan informasi dan menggerakkan gagasan-gagasan yang dihasilkan oleh "brain memory. Myelin inilah yang harus kita latih secara terus menerus, agar ide tidak hanya berhenti menjadi sebuah ide tapi juga nyata kita wujudkan.

Beliau banyak memberi contoh banyaknya kesuksesan yang di tidak semata-mata turun dari langit, tapi karena intangibles yang terus diolah dan diterapkan dalam keseharian, dan myelin yang dioptinmalkan dalam latihan-latihan yang terus dilakukan untuk mencapai kesempurnaan. Myelin, intiya adalah melatih semua syaraf yang tersembunyi dibalik organ agar menjalankan ide yang disampaikan oleh brain memory. Salah satu yang paling bermanfaat untuk mengoptimalkan kerja myelin adalah dengan menulis. Karena saat kita menulis, tangan kita bekerja untuk mengeksekusi gagasan yang sebelumnya tercetus dalam brain memory, kadang pula bibir kita ikut membaca ulang apa yang sudah kita tuliskan. Banyak organ yang kita kerahkan saat menulis ternyata. Hehehe, bagaimana? tertarik untuk terus berlatih menulis? Humm.. Banyak lagi sih, sebenarnya yang ingin saya ceritakan, tapi sepertinya akan lebih lengkap, persis dan tidak ada yang terlewatkan kalau membaca buku beliau saja hehe..

Well, saat itu saya menutup hari saya dengan kepuasan batin yang genap. Ya ya, apa yang menyenangkan dan saya dapatkan dalam pekerjaan, saya anggap bonus karena mencintai apa yang saya lakukan. Matur sembah nuwun, Gusti.. Saya tunggu kejutannya yang lain..


Jogjakarta, 19 April 2010

Wednesday, April 14, 2010

When I'm Gone

Saya sempat menghilang beberapa saat dari dunia maya sejak beberapa hari yang lalu, menghapus akun facebook saya karena alasan yang cukup sentimentil. Hehehe ya ya, kadang manusia kalau sudah berurusan dengan masalah hati mengambil keputusan dan bersikapnya pun dengan hati pula :) Saya anggap wajar saja lah, masing-masing pasti punya cara untuk menyamankan dirinya sendiri. Dan itu lah saya kemarin.

Hehehe memang hanya dengan hitungan jari dalam satu tangan saja, tapi cukup ternyata untuk menjadi penetral rasa. Aih, ternyata lumayan banyak teman-teman yang mencari saya. Entah sekedar penasaran dan haus berita *baca: gosip, ataupun yang benar-benar mengkhawatirkan kondisi saya. Teman-teman terbaik saya terus menerus mengirimkan pesan yang membesarkan hati saya. Kakak saya tersayang terus memastikan bahwa saya baik-baik saja dan tidak sedang berduka. Duh Gusti, matur nuwun.. Hidup saya di kelilingi orang-orang yang perhatian pada saya.

Mungkin tak mudah menyadari arti kehadiran yang kita bawa untuk sekitar kita, sekeliling kita. Semua berjalan terlalu datar dan seragam hampir setiap harinya. Namun saat kita tak ada, beberapa dari mereka mencari-cari sesuatu dari yang biasa kita berikan, mereka kehilangan, merasa tak lengkap. Well, ya, rupanya itulah arti kehadiran kita. Saya tidak lantas bilang saya berarti atau saya lah yang melengkapi, tidak, bukan begitu. Hanya saja saya lega, bahwa ternyata diri ini masih memiliki arti meski bagi segelintir orang-orang terdekat saya. Mungkin hal kecil, mungkin pula sederhana tapi ternyata setiap orang memang mengabdi pada kehidupan untuk memberi arti.

Mungkin keseharian saya hanya sekedar menuliskan hal-hal ringan yang tidak juga bisa dibilang bermutu dalam catatan-catatan saya, mungkin hanya saling bercerita dalam forum curhat dengan teman-teman terdekat, hanya membuat sample baju dan menjualnya dalam partai kecil. Tapi bila saya berhenti mengupload gambar-gambar baju jualan saya, berhenti menjahitkan baju-baju tersebut, mungkin saja ada beberapa teman yang akan mencari-cari, dan satu yang pasti, penjahit saya yang berambut gondrong sudah pasti akan merindukan cicicuit pesan-pesan saya yang lebih cerewet dari burung kutilang saat memberinya order. Nanti bisa-bisa saya pula yang ujung-ujungnya kangen membaca balasan smsnya, saat saya yg membawa pesanan jahitan memberitahukan kedatangan saya ke kiosnya. Bunyi smsnya selalu singkat, tapi saya senang membacanya. Satu kata "Alhamdulillah" yang dia ketikkan di ponselnya, sanggup membuat adem hati saya seharian :D

Anyway, may be sometimes people really need being off to understand how meaningful being on :) Sekarang saya sudah dapat ditemui kembali di facebook, pacar saya bilang, "dek aktifin lagi dong fesbuk-nya, aku kangen liat profile kamu".




Jogjakarta, 15 April 2010

Friday, April 9, 2010

Menjadi Langitmu

Hai,

Meski tak tahu kapan dan entah bagaimana, cepat atau lambat aku rasa kau akan menemukan catatan ini. Aku mohon, bacalah sampai selesai, jangan berhenti atau segera kau tutup saat tahu rangkaian kalimat ini kubuat untukmu. Sekali ini untuk yang terakhir kalinya permintaanku, bacalah sampai selesai. Mau ya?

Jadi, apa kabar? Bagaimana hari-harimu tanpaku? Apa masih tetap menyenangkan seperti katamu? Tetap terasa ringan seperti yang kau bilang padaku? Hummm, sejujurnya, tidak begitu halnya denganku. Seperti halnya cuaca kota kita, hujan mengguyurku hingga ke persembunyian. Ruangku makin susut, kisut. Tertutup oleh dingin, sepi dan rindu yang membekap tanpa ampun. Hari-hariku hambar, waktu demi waktu merambat terlalu lama. Getir ini satu-satunya yang tertinggal bagi indra pengecapku. Terkadang, aku bahkan merasa tak butuh bersentuhan lagi dengan udara, luka ini sudah terlalu perih bahkan ketika tidak sedang bersinggungan dengan apa-apa. Dan yang paling istimewa sakitnya, adalah saat menyadari aku kehilangan teman cerita. Tak kutemukan lagi pada siapa aku harus membagi semua...

Aku tak berharap kamu merasakan hal yang sama denganku, sama sekali tidak. Aku akan berkali-kali lipat ikut senang jika kamu merasa jauh lebih tenang saat menanggalkan bebanmu seperti sekarang. Selamanya tak akan berubah, aku akan menjadi orang yang paling bahagia saat kamu berbahagia. Yaaah, sekalipun kamu sekarang sudah tak mempercayainya.

Berulang pula kau ungkap padaku, segala cela dari caraku mencintaimu, kegagalanku dan kesalahanku di sini dan di sana. Hingga menyisakan noda yang sulit dibersihkan untuk mempercayai kesungguhanku. Aku mengerti, akupun menjalankan bagianku dengan terpincang-pincang, sebelah kakiku kehilangan pijakan keyakinan darimu. Harapku sederhana sebenarnya, agar waktu berbaik hati membantuku menunjukkan kebenaran atas perasaan yang kupersembahkan untukmu. Namun sayang, rupanya tak mudah. Entah perasaanmu yang terlalu sulit kutaklukan, atau aku yang kurang pandai membangkitkan keberanian. Sudahlah, tak ada lagi yang bisa aku sesali, selain diri yang tak mampu menembus batas yang dibuat manusia itu sendiri. Aku tahu aku gagal...

Dan aku minta maaf untuk itu, untuk kehadiranku yang ternyata malahan mempersulit, keberadaanku yang membuat artimu semakin rumit. Akan aku ingat baik-baik, bahwa dalam perjalananku aku pernah menjadi perempuan yang gagal membuat seseorang merasa dicintai, gagal membahagiakan seseorang yang kusayangi. Itu memang menyakitkan, sekaligus ironis. Karena selalu ada tempat dalam ingatanku akan sosokmu yang tulus dan sabar, sepenuhnya kau kenalkan cinta padaku. U're so loveable and that's always true.

Jangan tanyakan apa yang tak bergeming di pikiranku. Tentu saja aku masih menghafal segala tentangmu, namun jika kamu memintaku untuk tak lagi hadir dalam kehidupanmu, aku akan berusaha memenuhinya. Tak ada alasan lain selain karena aku mencintaimu. Sungguh. Jika keberadaanku adalah sakit bagimu, maka akan aku relakan menghapusnya untukmu. Alasannya masih akan sama, karena aku menyayangimu.

Akan mati-matian kulawan hasrat untuk menelponmu, sekedar mendengar ceritamu atau mengirimkan pesan-pesan singkat agar tahu apa yang kau kerjakan dan rasakan seharian ini. Akan kupaksakan untuk menghapus ingatanku tentang caramu bernyanyi, caramu berjalan, caramu mencandaiku, caramu merindukanku. Meski demi Tuhan, ternyata sulitnya.... Belum lagi setiap putaran roda kulewati bersamamu, segala sudut meninggalkan jejak wangimu. Seisi semesta seolah berkonspirasi menanyakan perihal ketidakberadaanmu padaku. Tangan kananku berkeringat, mencari-cari sebelah tangan yang lebih besar, menunggu kapan ia datang untuk menggenggam dan menariki ruas-ruas jarinya seperti biasa. Ya ya.. Aku seperti merunut kenangan, yang manis namun menyisakan tangis. Memang sedih, aku sampai merasa perlu mengikat kepalaku agar sakitnya tak menjalar agar aku masih bisa berpikir wajar.

Tapi sudahlah, tak perlu khawatirkan itu. Aku akan tetap menjadi penggemarmu dari belakang, yang mengamatimu dan mendukungmu meski hanya terlihat seperti serupa debu yang sulit terlihat. Dalam hatiku, akan tetap kurayakan setiap keberhasilanmu, tetap kumohonkan pula kuat jiwamu di setiap ujian dan cobaan yang mewarnai pasang dan surut lajumu. Akan kusebut selalu namamu di setiap sujud dan tetes air yang membasahi sajadahku, untuk keberhasilanmu, untuk kebahagiaanmu. Apalagi, tak ada yang bisa kulakukan selain menebus luka yang aku hujamkan dalam dirimu dengan penyesalan dan ayat-ayat yang sayup aku kirimkan.

Burung yang merdu bernyanyi, aku tak ingin menjadi sangkar yang membatasi kebebasanmu, sungguh tak ingin menjadi luka yang membebani kesedihanmu.. Jadi, terbanglah setinggi mungkin... Aku akan menjadi langit yang mengitarimu dalam harapan dan impian..

Jogjakarta, 11 April 2010

Wednesday, April 7, 2010

Sahabat Hati

Humm, lagi-lagi catatan melankolis picisan. Ah, tapi biarlah. Toh, ini akan tetap menjadi bait-bait yang akan saya ingat dalam kehidupan saya.

Begini. Ini tentang sahabat saya, teman baik saya dalam segala hal. Saya membutuhkannya untuk berbagi apa saja, tentang indahnya warna langit senja yang terbias oleh mata, tentang bulatnya bulan dengan pesonanya yang sempurna ataupun tentang megahnya Merapi saat kabut-kabut itu turun selepas hujan. Padahal apa pedulinya, meski saya tahu tak akan dia beranjak dari ruangannya untuk sekedar menyaksikan sendiri dengan mata kepalanya, tapi paling tidak dia kan memberi atensi untuk itu. Seperti halnya saya yang akan merespon ceritanya tentang peradaban Timur Tengah dengan anggukan kepala atau senyum ragu-ragu (ya ya ya, saya memang takut bila dia memberi pertanyaan di sesi akhir perbincangan, khawatir tidak bisa menjawab karena kurang konsentrasi saat mendengarkan. hehe)

Di seperempat perjalanan usia saya, saya baru menemukannya. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali bukan? jadi ya biarkan saja :) Yang jelas, sebagian besar waktu saya, saya habiskan bersamanya. Ini bukan sebagai bentuk kewajiban yang harus dikerjakan karena sebuah status yang mengikuti kami, tidak tidak, ini adalah sebuah kebutuhan yang memang kami inginkan, agar merasa nyaman agar merasa aman. Seperti udara, kami selalu saling mengitari. Sungguh menyenangkan berjalan-jalan dengannya, sekedar ke pusat pertokoan, ke tempat wisata, ke rumah teman, ke mana saja. Bukan hanya jejak kami yang berlekuk sama mengagumi keindahan karya Tuhan, tapi lihat, pijakan telapak kaki kiri kami yang mengarah ke luar. Cara berjalan kami serupa! Sialnya, saya perempuan yang sering kali diwajibkan untuk melangkah dengan keanggunan yang tentu saja gagal saya miliki. Jadi apa boleh buat, saya relakan saja ketika sesaat dia mencandai gaya berjalan saya yang gagah :D

Dia bilang, saya perempuan pertama yang menjadi sahabatnya. Saat malam datang, kami masih saja sanggup menghabiskan waktu bicara di selular setelah puluhan bulan kami lewati dengan rutinitas yang sama. Memang tak melulu manis penuh gula-gula, kerap pula kami bertengkar seperti halnya gambar-gambar di sinetron, tapi terkadang kami bercanda persis seperti sepasang sahabat yang berakting lebih natural di banding tanyangan apapun di layar kaca. Dia sakit perut, hingga teriakan dia lepaskan berikut serak suaranya, sementara saya memohon ampun untuk otot-otot wajah saya yang mulai menegang. Kami bukan pelawak, namun dunia ini memang penuh adegan komedi. Dan itu lah yang kami lakukan, kami menertawakan setiap sudut yang mampu menghibur kami.

Apa lagi memangnya, tentang masa depan yang penuh misteri? Yang benar saja, itu bukan untuk kami guraukan. Tentu saja segala macam rayuan sudah kami juruskan, tak ada yang lebih menyenangkan dari melewati sesuatu yang belum terbaca dengan sahabat sendiri, dengan seseorang yang mengerti isi hati hanya dari selintas tatap. Benar bila saya bercerita tentang kepandaiannya membaca makna hanya dari mata yang meredup saja atau dari kilat yang berkedip di ujung ekornya. Dia paham kesedihan saya bahkan sebelum saya meneteskan air mata, seperti halnya dia akan tertawa memeluk saya bahkan sebelum saya sematkan senyuman di wajah saya. Well anyway, rahasia tetap saja rahasia.

Meski akan selalu menjadi tenang rasanya bila memecahkan sandi demi sandi bersama sosok yang selalu dapat diandalkan. Saya memberinya kepercayaan penuh agar dia menyelesaikan bagiannya, dan saya akan melakukan apa-apa yang bisa saya lakukan. Habis-habisan, semampu saya. Tak ada ragu pada saya, saya tahu akan dikerahkan semua kemampuan terbaiknya untuk membantu saya. Saya kan sahabatnya :)

Wahai para rasul yang mungkin mendiami langit di lapis teratas, terdekat dengan Yang Maha Segalanya. Bantu amien-i bisikan anak manusia ini, tak pernah berani muluk-muluk pinta kami. Hanya ingin menghabiskan waktu dengan mengurutkan satu persatu langkah hingga sampai pada tujuan.

Teman terbaik sepanjang perjalanan, tak akan ada yang lebih hebat dan indah di dunia ini selain menutup usia denganmu disampingku, dan menemukanmu masih tetap menjadi sahabatku.


Pacific Place, Jakarta, 8 Maret 2010