Wednesday, April 7, 2010

Sahabat Hati

Humm, lagi-lagi catatan melankolis picisan. Ah, tapi biarlah. Toh, ini akan tetap menjadi bait-bait yang akan saya ingat dalam kehidupan saya.

Begini. Ini tentang sahabat saya, teman baik saya dalam segala hal. Saya membutuhkannya untuk berbagi apa saja, tentang indahnya warna langit senja yang terbias oleh mata, tentang bulatnya bulan dengan pesonanya yang sempurna ataupun tentang megahnya Merapi saat kabut-kabut itu turun selepas hujan. Padahal apa pedulinya, meski saya tahu tak akan dia beranjak dari ruangannya untuk sekedar menyaksikan sendiri dengan mata kepalanya, tapi paling tidak dia kan memberi atensi untuk itu. Seperti halnya saya yang akan merespon ceritanya tentang peradaban Timur Tengah dengan anggukan kepala atau senyum ragu-ragu (ya ya ya, saya memang takut bila dia memberi pertanyaan di sesi akhir perbincangan, khawatir tidak bisa menjawab karena kurang konsentrasi saat mendengarkan. hehe)

Di seperempat perjalanan usia saya, saya baru menemukannya. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali bukan? jadi ya biarkan saja :) Yang jelas, sebagian besar waktu saya, saya habiskan bersamanya. Ini bukan sebagai bentuk kewajiban yang harus dikerjakan karena sebuah status yang mengikuti kami, tidak tidak, ini adalah sebuah kebutuhan yang memang kami inginkan, agar merasa nyaman agar merasa aman. Seperti udara, kami selalu saling mengitari. Sungguh menyenangkan berjalan-jalan dengannya, sekedar ke pusat pertokoan, ke tempat wisata, ke rumah teman, ke mana saja. Bukan hanya jejak kami yang berlekuk sama mengagumi keindahan karya Tuhan, tapi lihat, pijakan telapak kaki kiri kami yang mengarah ke luar. Cara berjalan kami serupa! Sialnya, saya perempuan yang sering kali diwajibkan untuk melangkah dengan keanggunan yang tentu saja gagal saya miliki. Jadi apa boleh buat, saya relakan saja ketika sesaat dia mencandai gaya berjalan saya yang gagah :D

Dia bilang, saya perempuan pertama yang menjadi sahabatnya. Saat malam datang, kami masih saja sanggup menghabiskan waktu bicara di selular setelah puluhan bulan kami lewati dengan rutinitas yang sama. Memang tak melulu manis penuh gula-gula, kerap pula kami bertengkar seperti halnya gambar-gambar di sinetron, tapi terkadang kami bercanda persis seperti sepasang sahabat yang berakting lebih natural di banding tanyangan apapun di layar kaca. Dia sakit perut, hingga teriakan dia lepaskan berikut serak suaranya, sementara saya memohon ampun untuk otot-otot wajah saya yang mulai menegang. Kami bukan pelawak, namun dunia ini memang penuh adegan komedi. Dan itu lah yang kami lakukan, kami menertawakan setiap sudut yang mampu menghibur kami.

Apa lagi memangnya, tentang masa depan yang penuh misteri? Yang benar saja, itu bukan untuk kami guraukan. Tentu saja segala macam rayuan sudah kami juruskan, tak ada yang lebih menyenangkan dari melewati sesuatu yang belum terbaca dengan sahabat sendiri, dengan seseorang yang mengerti isi hati hanya dari selintas tatap. Benar bila saya bercerita tentang kepandaiannya membaca makna hanya dari mata yang meredup saja atau dari kilat yang berkedip di ujung ekornya. Dia paham kesedihan saya bahkan sebelum saya meneteskan air mata, seperti halnya dia akan tertawa memeluk saya bahkan sebelum saya sematkan senyuman di wajah saya. Well anyway, rahasia tetap saja rahasia.

Meski akan selalu menjadi tenang rasanya bila memecahkan sandi demi sandi bersama sosok yang selalu dapat diandalkan. Saya memberinya kepercayaan penuh agar dia menyelesaikan bagiannya, dan saya akan melakukan apa-apa yang bisa saya lakukan. Habis-habisan, semampu saya. Tak ada ragu pada saya, saya tahu akan dikerahkan semua kemampuan terbaiknya untuk membantu saya. Saya kan sahabatnya :)

Wahai para rasul yang mungkin mendiami langit di lapis teratas, terdekat dengan Yang Maha Segalanya. Bantu amien-i bisikan anak manusia ini, tak pernah berani muluk-muluk pinta kami. Hanya ingin menghabiskan waktu dengan mengurutkan satu persatu langkah hingga sampai pada tujuan.

Teman terbaik sepanjang perjalanan, tak akan ada yang lebih hebat dan indah di dunia ini selain menutup usia denganmu disampingku, dan menemukanmu masih tetap menjadi sahabatku.


Pacific Place, Jakarta, 8 Maret 2010

1 comment: