Friday, April 9, 2010

Menjadi Langitmu

Hai,

Meski tak tahu kapan dan entah bagaimana, cepat atau lambat aku rasa kau akan menemukan catatan ini. Aku mohon, bacalah sampai selesai, jangan berhenti atau segera kau tutup saat tahu rangkaian kalimat ini kubuat untukmu. Sekali ini untuk yang terakhir kalinya permintaanku, bacalah sampai selesai. Mau ya?

Jadi, apa kabar? Bagaimana hari-harimu tanpaku? Apa masih tetap menyenangkan seperti katamu? Tetap terasa ringan seperti yang kau bilang padaku? Hummm, sejujurnya, tidak begitu halnya denganku. Seperti halnya cuaca kota kita, hujan mengguyurku hingga ke persembunyian. Ruangku makin susut, kisut. Tertutup oleh dingin, sepi dan rindu yang membekap tanpa ampun. Hari-hariku hambar, waktu demi waktu merambat terlalu lama. Getir ini satu-satunya yang tertinggal bagi indra pengecapku. Terkadang, aku bahkan merasa tak butuh bersentuhan lagi dengan udara, luka ini sudah terlalu perih bahkan ketika tidak sedang bersinggungan dengan apa-apa. Dan yang paling istimewa sakitnya, adalah saat menyadari aku kehilangan teman cerita. Tak kutemukan lagi pada siapa aku harus membagi semua...

Aku tak berharap kamu merasakan hal yang sama denganku, sama sekali tidak. Aku akan berkali-kali lipat ikut senang jika kamu merasa jauh lebih tenang saat menanggalkan bebanmu seperti sekarang. Selamanya tak akan berubah, aku akan menjadi orang yang paling bahagia saat kamu berbahagia. Yaaah, sekalipun kamu sekarang sudah tak mempercayainya.

Berulang pula kau ungkap padaku, segala cela dari caraku mencintaimu, kegagalanku dan kesalahanku di sini dan di sana. Hingga menyisakan noda yang sulit dibersihkan untuk mempercayai kesungguhanku. Aku mengerti, akupun menjalankan bagianku dengan terpincang-pincang, sebelah kakiku kehilangan pijakan keyakinan darimu. Harapku sederhana sebenarnya, agar waktu berbaik hati membantuku menunjukkan kebenaran atas perasaan yang kupersembahkan untukmu. Namun sayang, rupanya tak mudah. Entah perasaanmu yang terlalu sulit kutaklukan, atau aku yang kurang pandai membangkitkan keberanian. Sudahlah, tak ada lagi yang bisa aku sesali, selain diri yang tak mampu menembus batas yang dibuat manusia itu sendiri. Aku tahu aku gagal...

Dan aku minta maaf untuk itu, untuk kehadiranku yang ternyata malahan mempersulit, keberadaanku yang membuat artimu semakin rumit. Akan aku ingat baik-baik, bahwa dalam perjalananku aku pernah menjadi perempuan yang gagal membuat seseorang merasa dicintai, gagal membahagiakan seseorang yang kusayangi. Itu memang menyakitkan, sekaligus ironis. Karena selalu ada tempat dalam ingatanku akan sosokmu yang tulus dan sabar, sepenuhnya kau kenalkan cinta padaku. U're so loveable and that's always true.

Jangan tanyakan apa yang tak bergeming di pikiranku. Tentu saja aku masih menghafal segala tentangmu, namun jika kamu memintaku untuk tak lagi hadir dalam kehidupanmu, aku akan berusaha memenuhinya. Tak ada alasan lain selain karena aku mencintaimu. Sungguh. Jika keberadaanku adalah sakit bagimu, maka akan aku relakan menghapusnya untukmu. Alasannya masih akan sama, karena aku menyayangimu.

Akan mati-matian kulawan hasrat untuk menelponmu, sekedar mendengar ceritamu atau mengirimkan pesan-pesan singkat agar tahu apa yang kau kerjakan dan rasakan seharian ini. Akan kupaksakan untuk menghapus ingatanku tentang caramu bernyanyi, caramu berjalan, caramu mencandaiku, caramu merindukanku. Meski demi Tuhan, ternyata sulitnya.... Belum lagi setiap putaran roda kulewati bersamamu, segala sudut meninggalkan jejak wangimu. Seisi semesta seolah berkonspirasi menanyakan perihal ketidakberadaanmu padaku. Tangan kananku berkeringat, mencari-cari sebelah tangan yang lebih besar, menunggu kapan ia datang untuk menggenggam dan menariki ruas-ruas jarinya seperti biasa. Ya ya.. Aku seperti merunut kenangan, yang manis namun menyisakan tangis. Memang sedih, aku sampai merasa perlu mengikat kepalaku agar sakitnya tak menjalar agar aku masih bisa berpikir wajar.

Tapi sudahlah, tak perlu khawatirkan itu. Aku akan tetap menjadi penggemarmu dari belakang, yang mengamatimu dan mendukungmu meski hanya terlihat seperti serupa debu yang sulit terlihat. Dalam hatiku, akan tetap kurayakan setiap keberhasilanmu, tetap kumohonkan pula kuat jiwamu di setiap ujian dan cobaan yang mewarnai pasang dan surut lajumu. Akan kusebut selalu namamu di setiap sujud dan tetes air yang membasahi sajadahku, untuk keberhasilanmu, untuk kebahagiaanmu. Apalagi, tak ada yang bisa kulakukan selain menebus luka yang aku hujamkan dalam dirimu dengan penyesalan dan ayat-ayat yang sayup aku kirimkan.

Burung yang merdu bernyanyi, aku tak ingin menjadi sangkar yang membatasi kebebasanmu, sungguh tak ingin menjadi luka yang membebani kesedihanmu.. Jadi, terbanglah setinggi mungkin... Aku akan menjadi langit yang mengitarimu dalam harapan dan impian..

Jogjakarta, 11 April 2010

2 comments:

  1. hei...matamu terlalu indah untuk meneteskan air mata kesedihan..tetap senyum ya...harapan selalu ada kan..;-)

    santi apa kabarnya? kangen deh baca resep2 santi di FB...

    ReplyDelete
  2. Cepat kmbali berdiri, dan segera keluar dari sudut yg sempit dan menyesakkan itu. Hadapi dunia dgn Senyummu! Hug n' Kiss..kiss ;)

    Ridha

    ReplyDelete