Saturday, May 8, 2010

Tentang Dunia Lelaki yang Kutitipi Sepasang Mata di Hatinya

Saat kamu datang di siang itu, bisa kurasakan lengket dan pekatnya kulitmu karena terbakar panas matahari. Meskipun begitu, aku tahu, kamu tak akan suka bila aku menghantar kesejukan dari pergerakan tanganku yang konstan bergerak naik turun di sampingmu, seperti juga halnya kamu tak suka bila aku menyeka keringatmu di depan teman-temanmu. Ya, tentu akan menjadi senjata maut untuk memperolokmu. Itulah kenapa kubiarkan hembusan angin mengitarimu perlahan hingga lalu keringat itu kering dengan sendirinya. Perkecualian bila memang hanya ada kita di sudut sini, sudah pasti kamu akan bergulung di pangkuanku, lalu aku akan memanjakanmu seolah kamu malaikat kecilku yang baru pulang berkeliling sepeda di usiamu puluhan tahun lalu. Perasaan ini memang besar, hingga kadang terlalu sulit untuk kubendung sendirian. Tapi tenanglah, itu tak akan menjadi pembenaran atas sikapku bila nantinya hanya akan membuatmu malu. Memang, sering kali aku merasa butuh berbagi, meski akupun jauh lebih mengerti bahwa aku harus tahu diri. Bukankah waktu dan keinginan tak selalu datang bersamaan? Ah, laki-laki.. kadang memang sulit dimengerti, entah gengsimu yang terlalu tinggi atau memang perasaanku yang sulit aku atasi.

Lihat duniamu lelaki, banyak hal yang sulit aku pahami. Tentang kesenangan yang kamu temukan saat terjaga hingga larut untuk melihat kesebelasan favoritmu berlaga dengan baju merahnya. Untuk teriakan dan decak kagum yang kamu teriakkan saat si kulit bundar itu akhirnya berhasil merobek gawang pertahanan lawan. Well ya, semisal pada saat itu aku menemanimu, sudah pasti adegannya aku sedang menahan diri untuk tidak terlalu sering menguap atau memilih melahap pizza tanpa jeda agar tidak terlalu terlihat mati gaya. Tapi memang begitu adanya dua manusia yang jenis identitasnya tak sama, memiliki keasyikan sendiri dan berbeda-beda. Seperi keasyikan yang tak berhasil kamu temui saat aku betah berlama-lama berselancar di sebuah fashion blog dunia maya. Bagimu itu mungkin entah apa ada manfaatnya, jauh lebih menyenangkan bermain Football Manager yang belum juga membuatmu bosan meski sudah dimainkan sejak kamu duduk di bangku Sekolah Dasar. Hebatnya, tak sekalipun kamu menyatakan keberatan atas segala macam hobi yang aku sukai, meski terkadang masih saja sepasang alis itu berkerut bila urusannya sudah bukan lagi hobi, melainkan pemborosan. Yah, aku pun begitu, sama saja. Bagaimana lantas perbedaan itu akhirnya sanggup hidup berdampingan dan saling membutuhkan, itu dia istimewanya.

Ya, lelaki..perempuan ini lantas terlanjur habis mencintaimu. Dengan cara bicaramu yang jauh berbeda dengan cara bicaraku, dengan cara berpikirmu yang melengkapi kekuranganku, dan tentu saja dengan rengkuhanmu yang selalu mampu menenangkan dan melindungiku. Aih aih, lalu tiba-tiba saja aku sudah bermimpi macam-macam tentang masa depan. Tapi lihat, dunia ini tak selalu indah di setiap sudutnya. Terkadang bahkan kita tak bisa terlalu larut menikmati suasana. Beban itu memaksa kita berlari tanpa henti. Seperti kuda yang tak seharipun libur dan tetap ditarik pedati. Benar, hidup memang terkadang susah, terkadang kejam, terkadang menyakitkan, dan aku tahu kamu tahu itu. Bukankah kamu yang sering kali membuka mataku :)

Di salah satu gang tengah kota kita berpapasan dengan lelaki paruh baya yang menarik gerobak sampahnya. Dan meski banyak bulir keringat menghiasi dahinya, tak sekalipun dia lupa tersenyum pada kita. Lalu kamu selalu membalas kebaikan itu tak hanya padanya, tapi juga pada tukang parkir yang membantu kita menyeberang, pada ibu-ibu penjual donat keliling, pada pengamen di warung seafood. Walaupun di lain waktu tak akan aku menyalahkan emosimu yang terlepas dari kendali, di suatu ketika pengendara lain membuatmu jengkel karena menyerobot jalanmu dengan seenaknya. Jendela mobil kamu buka setengahnya, matamu membelalak dua kali lebih besar dari sebelumnya, namun tajam ucapanmu terhenti dan tak sempat terlontar. Bisa jadi karena tanganku terlanjur menahanmu kencang-kencang atau gejolakmu yang dengan sendirinya tertahan saat sadari tak ada yang lebih baik dari menghindari masalah. Atau masih ingat ketika kamu begitu marah pada seorang lelaki yang bertengkar dengan tukang parkir di jalan utama kota? Aku paham itu karena kamu tak tahan melihat seorang pekerja kecil tersebut masih harus berhadapan dengan kejadian yang merendahkan dan menyesakkan untuknya. Kamu tak tega, kamu ikut terluka, namun cara kita memang berbeda. Bila kamu meledakkannya, aku hanya bisa mengusap punggungmu dan berharap amarah itu masih sanggup diredam. Ya kerana memang begitulah dunia, selalu ada yang tak ingin kita lihat tapi lantas tiba-tiba saja tersaji di depan mata. Ada yang tak ingin kita lakukan, tapi entah kenapa ada banyak hal juga yang membuat kita sanggup untuk berdiskusi dan penuh kompromi.

Aku mencintaimu lelaki, tapi memang tak bisa kupilihkan yang indah-indah saja untuk penglihatanmu atau hanya yang baik-baik saja untuk perasaanmu. Tentu saja itu tak mungkin. Karena itu, kuat dan tegarlah seperti karang, meski terkadang dingin, sepi, dan sakit tak mungkin kamu hindari. Menangislah saat ombak besar menerjang, atau saat angin bertiup berputar cepat. Tak apa. Paling tidak tangismu hanya akan sayup saja terdengar.

Buka matamu lebar-lebar, sayang. Ada banyak keanggunan yang bisa kamu decakkan, bukan hanya tentang panorama tapi juga tentang betapa cantiknya kaum hawa. Aku? Tentu hanyalah debu yang langsung habis dalam sekali tiupan. Tak usah kamu pungkiri lelaki, binar mata itu tak bisa dipaksa sembunyi, saat pesona wanita membuatmu malas untuk berkedip meski sepersekian detik :D Tenang, tak akan menjadi masalah untukku, meski memang terkadang aku masih saja tak bisa lari dari kejaran cemburu. Tapi memang ini yang harus aku hadapi, sepasang mata yang tak mungkin kupaksa terpejam, keindahan lain yang tak mungkin tak melenakan. Itu bukan ancaman, meski bisa dibilang godaan. Dalam hatiku yang paling jujur selalu ada harapan, agar hanya sepasang mata itu yang terpuaskan, namun tidak sepotong hatimu. Hanya padaku hatimu berdenyut manja, hanya padaku ia puas dan bebas bercerita. Jadi tak apa, diam-diam selalu kuselipkan sepasang mata di hatimu. Agar tak hilang arah pandang dan tak lupa pada siapa kamu akan kembali pulang.

Lelaki, aku ini hanya satu partikel kecil dari alam semesta, yang hanya bisa mengikuti dan menghadapi apa saja yang menjadi kehendak dunia. Namun bersamamu, aku tenang..



Jakarta Kota, 9 Mei 2010

4 comments: