Monday, March 8, 2010

Pujian Untuk Semesta

Tentu dapat kau lihat, tanda yang meninggalkan bekas di permukaan kulit kami, tergambar serupa garis melingkar yang membelah. Sekalipun seberat itu tanggungan kami, kami masih sangat yakin mampu menggenggam cita-cita. Kami cukup percaya diri dengan usaha berlipat-lipat ganda dan keringat yang mengalir sampai di sela-sela. Hingga sayangnya, terkadang kami lalai dan lupa menundukkan kepala.

Langkah angkuh kami perlu istirahat sejenak. Beban berat di pundak kami perlu kami letakkan sebentar. Kami bukan menyerah. Kami hanya membaca jiwa yang membutuhkan naungan untuk ditenangkan tanpa banyak bicara. Agar nafas tak lagi terengah-engah, agar keringat mampu terseka, agar airmata tak lagi asin terasa.













Kami terduduk di keheningan malam. Mendengarkan suara angin yang melantunkan puji-pujian bagi semesta raya. Melihat dahan-dahan rindang yang saling berayun berpelukan. Langit gelap itu tiba-tiba bersemu seperti gincu, merah menggelegar-gelegar. Serangga-serangga itu berdesis tanpa lelah, membisikkan rindu di telinga, beberapa mecium ujungnya. Kami merasakan selimut dingin itu membekap sekujur tubuh kami. Namun aneh, hembusannya adalah hangat yang mampu menggetarkan sukma yang tak berdaya. Kami merinding, kami ketakutan. Kami hanya hamba kecil serupa debu, habis seketika dalam sekali saja tiupan.

Kami tak lagi mampu menengadahkan kepala kami. Hanya mampu melekatkannya dengan ubin dan menasbihkan nama-nama indah.

Jogjakarta, 8 Maret 2010

1 comment: