Wednesday, February 3, 2010

Dengan Hafal

Walaupun aku sama diamnya, sama saja ketukan dan hampa diantara jedanya, dia tahu mana yang diam berarti karena sedang mengantuk mana yang sedang lapar.

Seperti dia juga tahu alasan sebenarnya ketika aku tak menyentuh sarapan di meja makan rumahnya. Kapan memang benar aku sudah kenyang atau sekedar malu bila terlihat porsi makanku banyak.

Meski aku bilang aku tak marah saat dia mengejutkanku dengan atraksi menyetirnya, dia bisa membedakan helaan pada tarikan nafasku. Memang sih, sama lirihnya bahkan nyaris tak terdengar, namun dia akan tetap meminta maafku karena tahu aku sedang menyabarkan rasa jengkelku. Walau tentu saja aku juga akan dengan cepat mengatakan "sudahlah".

Saat aku tetap tertawa kecil dan terus berceloteh yang kuanggap seperti biasa, aku tak siap ketika dia tiba-tiba memandangku lekat dan bersungguh-sungguh berkata, bahwa aku tak perlu khawatir. Biasanya, aku akan balik bertanya, Ah, siapa juga yang khawatir?. Dia bilang, dia hanya berusaha mencari pilihan lain untuk menukar kata cemburu. Huuh. Dalam hati aku akan merutuk, untuk apa juga aku mesti cemburu. Meski lantas setelah itu tanpa kusadari kueratkan tanganku yang melingkar di pinggangnya.

Sesaat bila aku selesai menangis, dia akan terus berusaha membuat lelucon untukku. Tetap bercerita ini itu meski selalu diakhiri pertanyaan yang juga selalu itu. Maukah aku melupakan sedihku, menghentikan marahku. Dan saat aku bilang, aku sudah baik-baik saja, dia akan mengatakan padaku, "Kamu boleh jika ingin menangis lagi. Tapi setelah itu, maafkan aku"

Terkadang aku heran bagaimana dia bisa mengetahui semuanya. Apakah ini aku yang terlalu mudah dibaca. Namun katanya, sederhana saja jawabnya. Dia mencintaiku dengan hafal. Humm ya, aku pikir itu benar. Dia memang menghafal segala tentangku setiap hari. Dengan benar.

Jogjakarta, 10 Januari 2010

No comments:

Post a Comment