Wednesday, February 3, 2010

Timbangan Papah

Kemarin setelah menjenguk kakak perempuanku yang baru saja melahirkan di Rumah Sakit, aku dan mama papa menghabiskan waktu beberapa saat di pusat perbelanjaan barang pecah belah yang ngetop berat di Jogja. Progo, yang dulu identik dengan barang-barangnya yang berantakan letaknya tapi murah meriah itu, ternyata sekarang sudah jauh lebih teratur. Tempatnya lebih besar dan bagus. Yah, pasti lah, namanya juga bangunan baru gitu loh.

Papah dari awal sudah wanti-wanti sama kami, sesegera mungkin berbelanja, karena katanya masih ada keperluan lain yang harus dia lakukan di Rumah. Menyiapkan kamar bayi untuk cucu nya yang masih baru saja gress keluar dari rahim. Merubah letak barang yang ini dan yang itu, semangatnya memang tak berani aku ragukan. Sementara mamah berjanji hanya akan membeli barang seperlunya saja, sebuah tudung saji untuk mengganti 1 yang dirumah karena sudah dalam kondisi menyedihkan.

Kalau papah sih, memang sesuai dengan apa yang dia sampaikan sebelumnya. Benar-benar hanya membeli 1 buah rak sepatu untuk Masjid dekat rumah. Tapi Mamah, olalaaaa yang awalnya hanya hendak membeli tudung saji, entah kenapa berkembang biak menjadi, thermos, ember, tempat teh dan gula, gantungan dll. Emm, sepertinya kondisi yang begini ini tak asing lagi buatku. Btw, aku sedang bicara tentang mamah kan, bukan tentangku ya hehehe..

Karena kami belanja terpisah, papah sendiri dan aku bersama dengan mamah, berulang kali ponselku berkedip memunculkan nama “papahkusayank” di layarnya. Begitu kuangkat, Duh Gusti, suara itu menggelegar ditelinga. “Belanja apa aja si?? Lama bangetttt!!!”. Mamah cuman bisa partisipasi formalitas sekedarnya dengan bilang “Sudah kok, sudah selesai” tapi masih sambil terus menatap lembaran alas kaki yang entah kenapa menurutnya masih tetap mahal, padahal kulihat harganya sudah dicoret dua kali. Jadi ya sudah, kuminta papah agar menunggu kami didekat kasir.

Saat asyik kami memupuk kesabaran dengan mengantri di kasir dengan keranjang yang mirip tumpeng ulang tahun raksasa, kuperhatikan papah sedang asyik mejeng di stand kesehatan tak jauh dari kasir. Stand kecil bertuliskan “Herbalife” dengan manusia-manusia pekerja yang menggunakan pin bertuliskan “saya sudah turun 7 kilo”. Saat aku menghampiri, aku disambut dengan timbangan khusus yang sebelumnya menyangga tubuh papahku.

Memang sih, semakin bertambah usia, semakin rajin papah menjaga kesehatannya. Papahku diberi secarik kertas yang bagian berat badan, tinggi, kolesterol, lemak, dan air nya dibiarkan kosong. Konsultan kesehatan itu yang akan menuliskannya secara manual. Seketika aku merasa sebal dengan si konsultan kesehatan yang wajahnya mirip dengan anak STM yang sedang bolos pelajaran, dia bilang papahku masih kelebihan berta badan, kelebihan kadar lemak, kelebihan kolesterol, kurang air dan kurang beraktifitas. Huh, aku rasa si konsultan muka kurang meyakinkan itu terlalu sok tahu dengan analisanya. Mana dia tahu kalau papahku itu rajin diet, setiap hari masih jalan pagi, masih mengajar 3x seminggu di saat pensiunnya, terkadang masih menyetir sendiri di jalanan Jakarta yang hiruk pikuk, masih menggendong dan mengajak main cucunya sendiri. Aku sebal mendengar paparan si tukang yang katanya ahli kesehatan tapi menjelaskanpun masih sangat terdengar hapalan. Aku sebal karena khawatir setelah ini papah lantas akan berpikir bahwa dietnya kurang disiplin, bahwa lari paginya kurang lama, bahwa aktifitasnya masih kurang banyak. Meski sempat dia bilang, “Bahkan Ade Rai sekalipun pun tetap masih dianggap kurang sehat bila dimbang dengan timbangan khusus itu. Sama saja intinya, ujung-ujungnya jual produk.

Yasudahlah pah, kenapa juga harus percaya sama si konsultan yang hanya bermodalkan timbangan untuk senjatanya menganalisa. Si konsultan yang bahkan tubuhnya pasti dibilang terlalu kurus dan kurang gizi kalau ditimbang pakai alat yang sama. Papah lihat sendirikan, bahkan bajunya yang berlogo daun itupun masih kebesaran saat dia pakai. Janji ya Pah, jangan diet yang berlebihan, jangan terlalu capek, istirahat yang cukup. Menjaga kesehatan itu memang perlu, Pah. Tapi kalo si konsultan kesehatan itu sok tahu, menganalisa yang berlebihan demi satu produk terjual dan mesti dibayar dengan kecemasan papah, sini biar santi yang getok dia pake timbangan! Huhuhu


Jogjakarta, 28 September 2009

No comments:

Post a Comment