Wednesday, February 3, 2010

Kapal

Lihat, ini kapal kita. Kapal kecil dari kayu yang hanya bermuatan 2 manusia. Tanpa pelindung apapun kecuali cinta setia.

Dan apa kau lihat, bentang laut yang entah dimana muaranya. Yang ombaknya galak tak bisa dirayu berhenti bergelombang meski kita sopan meminta permisi sebentar mau lewat. Dan buih itu, buih itu tentu saja terkadang menjadi pemanis bila laut sedang tenang, namun bila tidak, selamat menikmati nuansa mencekam akibat laut pasang. Lalu tak bisa lagi kau bedakan mana buih mana keringat.

Bukan, bukan aku menakutimu, sayang. Saat kita hanya tahu arah berdasarkan matahari terbit dan tenggelam. Atau sekedar melihat bintang untuk tahu akankah cuaca berangin jahat atau sedang, kau harus tahu, kita bahkan tak punya nyawa cadangan.

Dan hamparan itu, tak ada yang tahu pasti yang mana yang ujung, yang mana pangkal. Jika terantuk pada nasib baik, mungkin kita akan seperti Colombus yang tak sengaja singgah dan menemukan pijakan mewah untuk berhenti. Namun jika tidak, mungkin saja perompak yang membawa cerita kita untuk dibaca ibu dari koran harian di pagi nanti. Atau arloji kesayanganmu yang menjadi bukti sejarah tentang kapal karam di ekspedisi cucu adam puluhan tahun lagi.

Ini kapal kita sayang, yang harus siap berlayar meski hanya dengan 1 peta yang akan usang karena selalu kita baca berdua. Dengan 1 bekal kompas yang jangan sampai kita hilangkan, yang bila rusak jangan ada yang saling menyalahkan. Dan layar ini, cukup gagah sepertinya bila dipasangkan pada kapal kita sekarang. Tapi bila nanti dilautan dia menjadi hilang keseimbangan, itu ulah angin laut yang tuhan kirimkan untuk ujian. Ini kapal kita sayang. Kapal kecil yang hanya bermuatan 2 orang.

Untuk lama waktu yang mungkin membuat kita mati kebosanan, untuk gelombang yang tak pernah kita tahu kapan menerjang. Untuk badai yang tak pernah kita undang tapi mungkin sekali datang. Untuk pelindung yang tak satupun kita punya kecuali cinta setia. Dan untuk mimpi agar sampai di daratan berdua. Genggam tanganku sayang, walau apa yang akan terjadi didepan, jangan pernah lepaskan. Pejamkan matamu, lalu pasrahkan saja pada Tuhan.

Sayang, aku bahkan tidak bisa berenang.

Jogjakarta, 30 Agustus 2009

No comments:

Post a Comment