Wednesday, February 3, 2010

Untuk Temanku, Saudara Kecilku

Memang tak ada yang bisa dipaksakan dari sebuah ikatan pertemanan. Ketika kita tak menemukan kecocokan tentu akan sangat sulit dipaksakan, begitu juga sebaliknya, ketika kita merasa menemukan sebuah “klik” -anggaplah begitu kita menamakannya-, pastilah sangat sulit untuk mengingkari kecocokan. Seperti nada yang tetap terdengar seirama meskipun terbagi atas dua suara, seperti dua jemari yang berongga dan bergelombang namun tetap erat melekat saat saling menggenggam. Klop.

Hati kecil tak bisa bohong. Lihat saja. Ketika ia suka, ia akan merona, mekar seperti bunga. Ketika ia tak suka dengan sendirinya ia membiru, berubah menjadi batu. Sesekali barangkali bisa menipu mereka, mengatakan iya sekalipun sebenarnya tidak, namun toh kita bahkan tak akan mampu menipu diri sendiri. Pasti jauh melegakan bila perasaan dibiarkan jujur. Dan bagi saya pertemanan adalah perasaan yang paling jujur.


Ada yang bilang, teman itu adalah partner untuk berbagi segala senang dan susah. Tentu saja begitu idealnya. Namun saya lebih suka menyederhanakannya menjadi satu kalimat yang mungkin akan terdengar lebih cynical, teman itu mereka yang tak akan bertanya kenapa ketika kita datang saat butuh “saja”. Hehehe, saya tak sejahat itu kok. Bukan berarti juga saya lupa pada mereka ketika saya senang. Boleh deh, tanyakan dengan beberapa teman terdekat saya, meskipun kami jarang saling mengupdate perkembangan terbaru beberapa persoalan, namun untuk urusan yang significant dampaknya, kami akan saling memberitahukan. Misal; ketika kami ujian, ketika kami lulus, ketika kami pacaran, ketika kami patah hati, ketika kami bingung ;)

Semakin dewasa, saya rasa pertemanan juga mengambil peran yang semakin bijaksana, semakin mengerti bahwa kekariban bukan berarti menjadi “dekat” atas ukuran jarak, bukan berarti kemana-mana selalu bersama, bisa saja kita terpisah dan jarang bertemu. Namun kedekatan yang saya maksud adalah soal rasa yang jujur saat tersenyum dan membuka tangan, menerima bukan sebagai masalah ketika teman datang saat butuh “saja”. Dan tak perlu meminta mereka untuk memperlakukan kita dengan cara yang sama, teman semestinya akan melakukan itu bahkan sebelum kita bertanya.

Sewaktu-waktu dalam perjalan yang berliku dan berkerikil disana-sini, saya temukan aliran yang tenang mengaliri tubuh saya, meski saya tahu itu bukan darah saya. Yang sesekali tempo menyengat dan selalu membuat teringat. Bahwa teman akan selalu disana, disatu tempat yang tidak pernah bertanya kenapa dan untuk apa kita datang. Seperti itulah saya akan selalu memperlakukanmu, temanku, saudara kecilku :)

Pada semua cerita indah saat nanti sepasang mata berbingkai keriput disana-sini, membuka lembaran gambar diri yang belia, saya berjanji :)

Jogjakarta, 21 Oktober 2009

No comments:

Post a Comment