Wednesday, February 3, 2010

Masalah Waktu

Bila aku membuka mata lagi hari ini, bertemu pagi dan mendengar suara petir menggantikan hadirnya matahari, itu karena Tuhan yang berbaik hati mengizinkanku mencicipi peredaran penuh bumi mengitari sumbunya.

Sejak aku lahir, mana pernah aku urun rembug mengenai masalah pembagian waktu, pembagian hari dan pembagian bulan. Mana pernah juga aku dilibatkan dalam urusan penetapan kalender yang tentunya memusingkan. Tak pernah juga aku yang tentu saja bukan siapa-siapa ini mengikuti voting atau jajak pendapat memilih menggunakan kalender sistem Gregorius atau Masehi, yang rasanya toh bagiku akan sama saja. Ketetapan tentang waktu yang dibuat oleh para penguasa dunia, bersinergi dengan analisa ilmuwan besar, yang lalu akhirnya membuat kesimpulan tentang sebuah satuan waktu yang mau tidak mau harus kita ikuti. Tapi mungkin sebenarnya aku harus berterimakasih untuk itu. Beruntungnya, saat aku pertama menghirup udara, tahu-tahu saja sudah begitu, bahwa 1 tahun ada 365 hari, 1 hari sama dengan 24 jam. Tak perlu repot berpikir tentang satuan waktu.

Namun pernahkan, meski kita tak perlu susah dan berpikir banyak, sekali tempo terselip juga kesal karena untuk urusan pembagian waktupun masih dapat dibaui unsur bermuatan politis manusia yang berharap keuntungan sebesar-besarnya. Seperti saat pembagian waktu di negara kita sekalipun di tahun 1987, menggeser waktu di Bali yang semula berada di Wiayah Indonesia Barat (WIB) menjadi berada Wilayah Indonesia Tengah (WITA). Salah satu pertimbangannya tak lepas dari kepentingan pemerintah untuk mendorong industri pariwisata dan penerbangan. Masuk akal. Karena turis-turis wisatawan yang menjadi sumber pemasukan significant itu kebanyakan berasal dari Jepang dan Singapura yang memiliki waktu yang sama dengan waktu Indonesia bagian tengah. Ah, tapi lalu siapa yang aku harus percaya, waktu ditangan politisi, waktu ditangan ilmuwan, atau yang mana saja lah, sama saja. Kenapa juga harus dipusingkan.

Einstein pernah mengatakan, bahwa waktu hanyalah pengertian manusia terhadap perpindahan-perpindahan simbolik dari “tempat”. Waktu yang kita gambarkan sebagai jam, hari, bulan dan tahun itu tak lebih hanyalah istilah-istilah yang melukiskan peredaran Bumi di sekitar sumbunya dan peredarannya mengelilingi Matahari.Satu tahun adalah satu kali perputaran penuh Bumi mengedari Matahari. Satu bulan adalah satu kali perputaran Bulan mengelilingi Bumi. Satu hari adalah satu kali perputaran penuh Bumi mengitari dirinya sendiri.

Jadi apapun satuan waktu yang digunakan, aku ikut saja lah, walau terkadang masih saja terbersit seandainya-seandainya yang nakal dan terus berputar. Seandainya waktu berhenti, seandainya tak ada jam dan masih berpatok pada matahari, hehehe tentu aku akan lebih sering ngaret dengan alasan matahari tak tampak hari ini ;)

Ah, begini intinya Tuhan, yang jelas aku hanya ingin lebih baik dari hari kemarin, lebih baik dari 24 jam yang lalu, ataaau apapun lah satuan yang digunakan. Aku harus cepat-cepat mengakhiri tulisan ini kalau tidak ingin telat siaran. Ahh, lagi-lagi masalah waktu.


Satu lagi, semoga lebih baik juga aku mencintainya hari ini. Lebih baik dari 24 jam yang lalu, dari perputaran 360 derajat yang lalu saat bumi mengitari sumbunyaaaa.... dariiii halah mulai lagi.


Jogjakarta, 9 Desember 2009

No comments:

Post a Comment