Wednesday, February 3, 2010

Kangen Mama

Dulu, saat saya beranjak remaja, tak saya temui hangat sentuhannya sepulang saya sekolah.
Tak bisa saya cicipi juga lezat masakan buatannya setiap hari, saat perut lapar keroncongan.
Terpaksa begitu. Nasib anak rantau. Jauh dari orang tua. Jauh dari mama.

Hingga sekarang, saya selalu rindu belaian mama. Hangat yang lumer sampai di jiwa.
Selalu Terasa istimewa disepanjang perjalanan usia saya.

Meskipun Saya bukan seorang anak perempuan yang menceritakan kisah cinta saya, dan bahkan sebaliknya, saya sembunyikan pangeran saya agar tidak ketahuan, Tapi mama tidak perlu khawatir, kekhawatiran saya sepanjang usia akan tetap sama. Saya tak ingin membuat mama kecewa. Apapun, asal mama bahagia.

Mama, saat ini rasanya terlalu bising suara di telinga saya. Entah yang mana yang benar. Bahkan terkadang yang benarpun seolah hanya menjadi pendar. Sementara yang salah, sorot nya kuat memikat. Lalu Apa pendapat mama. Bicara dong, ma.. Seperti saat kita berdua berbagi bantal, bercengkerama bicara seperti dua wanita dewasa.

Ma, tentu saja saya masih menyembunyikan rahasia pada mama. Bohong, bila tidak. Tapi biarlah, bisikkan saja pada saya. Apa yang membuat mama bahagia. Akan saya dekatkan agar kita bisa menyentuh dan berpelukan bersama. Seperti saat kita berbagi bantal. Bercerita sepanjang malam, memanfaatkan waktu serba minimalis, seolah tak ingin pagi.

Mama, meskipun mama selalu bilang, Bahagia saya adalah bahagia mama. Tapi anggap saja begini. Bahagia mama adalah bahagia saya. Terlalu sulit bagi saya, menemukan kebahagiaan ditengah semua segel berlambang bahagia yang sama. Lalu apa menurut mama. Hanya itu saja yang ingin saya dengar.

Bahwa bahagia hanya bisa di rasakan, iya, Ma? bahwa bahagia, bukan hanya tentang saya, tapi juga tentang mereka? Ah, mama, tegasnya suara mama. Ayo mama, kita berbagi bantal lagi. Bercengkerama lagi. Saya perlu diingatkan tentang mengasihi dengan sederhana. Saya perlu menghiasi diri dengan kemurahan hati untuk mengerti kelemahan orang lain. Saya perlu jemari mama untuk membekap bibir saya agar berhenti berteriak. Saya perlu dipeluk agar mengerti bahwa saya pun disayangi. Saya perlu tangan terampil mama agar tertata kembali hati ini. Saya ingin bersandar pada doa malam mama, sehingga tegak dan terhormat saya.

Mama, yang tak pernah bertanya kenapa ketika saya kalah. Mama yang lebih sering menunda inginnya untuk ingin-ingin saya. Mama yang sudah tak lagi muda. Saya sungguh ingin mama bahagia. Apapun.

Ayo mama, beristirahatlah dalam mimpi saya malam ini. Rebahkan kepala, dan segera berbagi bantal lagi. Tuhan pasti sedang tersenyum menyaksikan pertalian darah yang tak henti saya syukuri dalam setiap tarikan nafas saya. Selamanya, mama perempuan hebat kebanggaan dimata saya.

Saya kangen mama..
Malam yang dingin, kah, ma, di Jakarta..
Izinkan saya selimuti mama dengan hangat cinta perempuan kecilmu ini ya... Perempuan yang baru sekedar berharap bisa menjadi berarti untuk mama, suatu saat nanti..

Kangen banget ma... Hiks hiks.

Jogjakarta, 13 April 2009

No comments:

Post a Comment