Wednesday, February 3, 2010

Sekelumit yang Aku Tahu Tentang Ibu

Tentu saja aku belum mengenalnya sebaik anak-anak dewasa yang dia besarkan sejak dalam rahimnya. Bila memang harus menyebutkan kurun waktu pertemuan, maka akan terasa belum terlalu istimewa, hanya dalam hitungan hari, bulan dan sedikit tahun.

Boleh dibilang, ini hanya sekelumit cerita dari semangat seorang wanita yang selalu kulihat di pancaran matanya. Tentang ketulusan mencurahkan perhatian untuk pekerjaan rumahnya yang nyaris tanpa cela dan keluhan. Tentang kekuatan hatinya yang dapat diandalkan saat mengarungi kehidupan, bahkan ketika terlanjur bergulir tanpa kuasa dan tak ada sedikitpun prediksi dalam genggaman. Dan tentu saja, tentang kecintaan luar biasa yang selalu memenuhi seisi ruangan saat ia bercerita tentang lelaki yang setia dia dampingi. Hingga akhirnya Tuhan meminta kekasihnya kembali dan harus melanjutkan perjalanan sendiri.

Tak banyak yang aku tahu, namun rasaku tak mungkin salah menilai ibu. Perempuan yang masih terlihat cantik meski wajahnya mulai berhiaskan kerutan, yang selalu berbagi perhatian dan kebaikan. Bagiku, tak ada yang salah padanya, tak pula ada yang keliru untuk niat baiknya. Namun bila masih harus ibu mengurut dada saat perih seolah tersayat sembilu, aku mohonkan agar malaikat menjaga tidurnya dan menyeka air matanya.

Ketika kadang terdengar di telinga, bahwa pola pikir perempuan yang sebagian besar rambutnya mulai berganti warna itu terlalu rumit dan mempersulit, sesungguhnya aku mengagumi ketelitian dan kepeduliannya pada hal-hal remeh dan sering terkecilkan. Ketika dia hanya tertawa saat bungsu kesayangannya berseloroh dengan tajam kata-kata, aku terkesiap dengan pemahamannya atas isi hati putranya. Dia tetap dapat mengartikan dengan benar kasih sayang yang diselipkan untuknya, sekalipun tergubah dalam bentuk sikap diam, dingin dan terkadang seolah tak peduli. Nanti, bila memang diizinkan, perkenan aku mewakili lidahnya yang selalu kesemutan bila harus mengucapkan sayang saat berhadapan. Perlahan akan didengar penggalan kalimat yang nyaris tak berani dia rindukan, betapa kami sangat menyayanginya :)

Untuk keikhlasannya menyiapkan masakan lezat setiap hari, untuk rasa kantuk yang selalu diusirnya bahkan ketika masih pukul empat pagi. Untuk kasih sayang yang tak putus-putus di setiap suapan untuk para cucu, sang buah hati. Untuk kesedihan yang harus disembunyikan saat niat baiknya lagi-lagi gagal dimengerti. Dan untuk keceriaan yang selalu dia tawarkan saat bercerita tentang koleksi batiknya sore tadi, semoga Tuhan selalu memuliakannya, dan menepati janji surga untuknya.

Jogjakarta, 2 Februari 2010 *Katanya, surga ada di bawah telapak kakimu. Namun bagiku, surga adalah jelmaan pengabdianmu setiap hari yang menjadi nafas bagi semua sifat baikku.

No comments:

Post a Comment