Wednesday, February 3, 2010

Sedikit Saja Tentang Perbedaan

Entah apa yang salah pada saya, namun memang beginilah adanya garis lahir itu bicara. Terlahir dari keluarga yang sama sekali tak ada keturunan Cina, wajah saya persis seperti orang Cina totok ras Mongoloid. Duh. Tak terhitung berapa banyak orang yang menyangsikan “kepribumian” saya. Tak hanya itu, tercatat pula di akte kelahiran saya, sebuah nama depan yang sering kali mencirikan pilihan keyakinan pada sosok yang kita Esa-kan. Nama saya Maria Kumalasanti, satu nama depan yang cukup tak lazim bila dilekatkan pada seorang muslim, meski toh kenyataannya saya menjadi muslim sejak pertama kali ayah saya membisikkan adzan di telinga kanan dan iqomah di telinga kiri. Saat saya menuliskan ini, saya sepenuhnya sadar, bahwa yang terjadi pada saya bukanlah kesalahan, melainkan keistimewaan, yang menyentuh saya dengan indah perbedaan dalam keseharian.

Sebenarnya ada alasan logis kenapa wajah saya mirip sekali dengan orang Cina. Papa dan mama saya memang berdarah asli Palembang, dan menurut sejarahnya Palembang adalah sisa hidup peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang pernah berjaya di kawasan Asia. Pada abad ke 7 hingga 13 M, Sriwijaya mengalami zaman keemasan sebagai kerajaan maritim. Armada kapal milik Sriwijaya sanggup berlayar ke China dengan membawa banyak komoditas perkebunan, seperti cengkeh, pala, lada, timah, rempah-rempah, emas, dan perak. Lalu banyak pula pendatang dari mancanegara yang singgah ke Sriwijaya untuk sekedar berniaga. Mereka juga bermukim di kerajaan yang dulunya menjadi pusat pendidikan ajaran Budha dan ilmu pengetahuan itu, beberapa bangsawan dan orang kebanyakan menikah dengan pendatang dari China. Kalau diamati, kini mayoritas orang Palembang kebanyakan berkulit kuning langsat dan bermata sipit. Mungkin bila ditelisik, jangan-jangan saya masih ada hubungan darah sebagai cicit dari buyutnya cicit buyut Panglima perang Chengho. Hahaha, menghayal habis-habisan.

Kalau tentang nama Maria yang diberikan oleh papa saya, itu memang sempat menjadi pertanyaan yang saya ajukan padanya. Kenapa Maria? Bukan Maryam seperti nama kebanyakan muslim lain. Jawabnya singkat, Maria itu artinya perawan suci, lalu kenapa bukan Maryam, karena nama Maria juga bagus, sama saja. Begitu katanya :) Saya pikir benar juga apa yang papa saya bilang, nama saya bagus. Maria berarti perawan suci sedangkan Kumala dan santi diambil dari bahasa sansekerta yang berarti batu permata dan kedamaian. Walaupun rasanya kombinasi muka cina dan nama Maria tentu akan menjurus pada sebuah persepsi atau bahkan kesimpulan mudah bila tak lagi bertanya pada yang bersangkutan. Bahwa saya adalah seorang Cina yang beragama Kristen, atau seorang Cina yang akhirnya memeluk islam setelah menjadi mualaf. Well anyway, toh nyatanya saya memang sudah terlanjur hidup dengan persepsi semacam ini, hingga sangat mendarah daging , sudah 25 tahun lho :)

Beberapa teman-teman saya memanggil saya dengan sebutan “cik”, kalau saya sedang ke pasar, para pedagang disana memanggil saya “nonik”. Beberapa kemudahan memang terkadang bisa saya dapatkan, seperti ketika si empunya toko menjadi lebih cair dengan melihat wajah saya yang serupa dengan wajahnya. Sering kali saya mendapat privilege harga jadi lebih murah meski ibu lain disebelah saya diberi harga beberapa ribu diatas saya, atau bahkan setelah pegawainya berteriak kencang memohon ijin pada majikannya “ciiiiiiiik, cici’e boleh milih barang di dalem nggaaaak??”, saya bisa dengan santai melenggang masuk ke dalam gudang persediaannya. Olalaaaa. Asyik!!

Namun meski begitu, semasa saya SD sampai dengan SMP saya pun pernah menjadi bahan olokan karena wajah cina saya, bahkan pernah sekali waktu saya menangis mendengar hinaan kasar seorang teman yang mengata-ngatai saya. Katanya, Saya cina loling makan tai garing, saya haram karena saya makan babi, saya sipit maka saya pelit. Duuuh, saya sedih sekali. Bahkan saya tak punya kekuatan untuk sekedar berkata saya bukan cina. Hati kecil saya berkata, kenapa makan babi jadi permasalahan jika mereka bahkan tak merasa menjadi dosa bagi mereka. Semakin dewasa saya pun semakin menyadari bahwa cina yang bermata sipit dan dianggap pelit ternyata sangat dermawan bila bersedekah di gerejanya. Tahun 1998, saat kerusuhan Mei berlangsung dan banyak memakan korban etnis Tionghoa, saya pun menjadi salah seorang yang ketakutan membawa wajah seperti ini kemana-mana. Lalu tanpa saya sadari, saya mulai merasakan apa yang dirasakan kaum minoritas itu, bahwa diskriminasi dan streotipe yang dilekatkan pada ras mereka memang menyakitkan. Seseorang sungguh tak punya hak menjustifikasi sifat seluruh golongan hingga lupa bahwa di setiap manusia pasti juga tersimpan kebaikan.

Wajah Cina saya, nama Maria saya, membuat saya tersentuh oleh banyak hal yang menurut saya pribadi adalah tentang kelembutan dan ketulusan. Saya sering mendapat ucapan Gong Xi Fat Cai saat tahun baru Cina, meski sayang belum pernah juga ada yang memberi saya angpaw ;p. Begitu juga dengan nama Maria, sebuah sebutan yang dekat dengan keyakinan nasrani dan seolah membuat saya menjadi dekat dengan mereka. Meski saya tak sedikitpun meragukan keyakinan saya pada Allah S.W.T beserta Rasulnya, saya memang menyukai kemeriahan natal, saya mengaku tergila-gila dengan pernak-pernik natal yang menurut saya manis dan indah, dan saya hanya tersenyum bila dulu ada seorang teman yang mengucapkan “Merry Christmas!!” pada saya.

Saya berpikir, bila kita terbiasa hidup berdampingan dengan perbedaan, memberi nafas leluasa pada keanekaragaman sehingga tak perlu ada yang tersakiti dan merasa tertekan, saling menghormati pada keyakinan yang berbeda di setiap hati, bahwa apapun yang diyakini pun dilandasi dengan segala kemulian cinta dan kebaikan, saya rasa semestinya hidup akan jauh lebih berwarna dengan perbedaan. Dan bukankah segala yang berwarna itu lebih indah?

Three reasons problems are inevitable; first, we live in a world of diversity; second, we interact with people; and third, we cannot control all the situation we face.” (John C. Maxwell)

Muka saya yang bukan Cina hehehe


Jogjakarta, 31 Desember 2009 * Happy Nu Year, Everyone!!!! Mari lebih mengihormati indah perbedaan :)

No comments:

Post a Comment